Pada tanggal 18-22 Juli 2016 lalu, saya berkesempatan menghadiri Island Biology 2016, konferensi yang diadakan untuk mengumpulkan praktisi dan akademisi dari berbagai penjuru dunia dan disiplin ilmu yang bekerja dengan sistem pulau. Karena tentang pulau, maka konferensi ini diadakan dalam sebuah pulau juga: Pulau Terceira, Kepulauan Azores, Portugal. Komite saintifik dari konferensi ini terdiri dari peneliti-peneliti senior dalam isu Biogeografi Pulau dari seluruh dunia semisal Lawrence R. Heaney yang sempat banyak mampir di Filipina untuk meneliti biogeografi mamalia Filipina atau Paulo A. V. Borges yang banyak meneliti Arthropoda di Kepulauan Azores untuk memberikan kontribusi kepada Teori Biogeografi Pulau.
Konferensi ini sangat padat; panitia tidak menyia-nyiakan semenit pun dalam kelima hari tersebut tanpa ada sesi berbagi ilmu di antara para peserta. Poster-poster disajikan dalam coffee break, ekskursi dilaksanakan di taman nasional, daaan... para presenter yang selalu saja mempresentasikan hasil penelitiannya
Lokasi utama konferensi Island Biology 2016 tempat Plenary Talk dan sesi-sesi utama disampaikan (Sumber: dokumentasi pribadi) |
Suasana aula sehari sebelum konferensi (Sumber: dokumentasi pribadi) |
Susan D. Clayton menekankan pentingnya koneksi antara manusia dengan alam dengan melakukan "antropomorfisme" atau "memanusiakan" alam (Sumber: dokumentasi pribadi). |
Yang Baru di Konservasi
Dari puluhan simposia yang dihadirkan komite penyelenggara, saya hanya sempat ikut beberapa: satu atau dua dari setiap dua sesi per hari, beberapa sesi tidak saya ikuti penuh karena hanya mengejar beberapa presentasi saja yang judulnya tampak menarik dari buku susunan acara. Dari beberapa simposia dengan tema konservasi yang tentunya menarik bagi Tambora Muda sekalian, saya hanya sempat mengikuti yang keenam tentang Protected Areas in Islands. Menurut saya, sebagai negara kepulauan, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam konservasi karena dinamika spesies dalam ekosistem pulau berbeda dengan dinamika spesies dalam ekosistem benua. Apalagi, sebagai negara yang terletak di antara dua benua dan dua samudera, Indonesia telah lama menjadi tempat transit dalam perdagangan internasional dan rentan kedatangan berbagai macam spesies invasif yang dapat mengganggu dinamika spesies asli pulau.Dalam simposium Protected Areas in Islands, saya mengetahui beberapa praktik baru dalam konservasi ekosistem pulau. The Open Standards, misalnya, adalah portal yang mengumpulkan berbagai prosedur dan standar praktik konservasi yang berhasil dari seluruh dunia, mulai dari cara menentukan kerangka kerja dan mengukur keberlanjutan konservasi. Selain itu, ada pula BEST atau skema sukarela Biodiversity and Ecosystem Services in Territories of European overseas yang merupakan program konservasi di teritorial negara-negara EU di luar dataran Eropa. Salah satu contoh yang sedang terjadi di Kepulauan Azores adalah menyelamatkan jasa ekosistem yang diberikan vegetasi terendam di pulau-pulau Macaronesia. Tak lupa pula pengembangan beberapa macam indikator keberlanjutan dalam konservasi dan penentuan area prioritas konservasi.
Poster-poster yang disajikan di lokasi juga tidak kalah menarik. Terkait konservasi, yang menarik perhatian saya adalah poster-poster seputar edukasi dan upaya interdisipliner dalam mengonservasi sistem pulau. Karena isu hak cipta, hanya satu poster dalam resolusi rendah yang saya tampilkan di sini; jika ingin tahu lebih banyak, silakan baca buku kumpulan abstrak atau tanya saya langsung :D
Salah satu poster seputar edukasi tentang sistem pulau (Sumber: dokumentasi pribadi) |
Selain simposia, konservasi juga menjadi topik dalam beberapa workshop dan Special Day Event. Saya hanya sebentar mengikuti workshop yang diselenggarakan IUCN bertema Strategies for the Conservation of Island Biodiversity. Mengapa hanya sebentar? Karena setelah dikaji, masalah utama konservasi dari kacamata IUCN adalah kurangnya data tentang spesies dalam pulau karena kurangnya spesialis taksonomi yang dapat melakukan evaluasi terhadap status konservasi spesies. Karena saya bukan spesialis, tidak banyak yang bisa saya sumbangkan dalam diskusi. Saya memilih menunggu waktu makan siang di simposium tentang konservasi vertebrata pulau. Jadi, bagi penggemar taksonomi, banyak pekerjaan di IUCN terutama untuk spesialis serangga yang sangat kurang dipelajari!
Memberikan Presentasi dan Menjalin Koneksi
Sebagai peserta konferensi, saya berkontribusi dalam satu simposium dan satu workshop mempresentasikan hal yang sama dengan sudut pandang yang berbeda. Simposium yang saya hadiri adalah tentang Evolusi, yakni tentang Diversification, colonisation and ecological limits on islands: a macroevolutionary perspective. Menggunakan data yang saya peroleh selama mengerjakan skripsi dengan ilmu yang saya peroleh selama menjalani studi master di Jerman, saya berupaya menjelaskan batas keragaman spesies kelelawar di Pulau Siberut berdasarkan data lapangan dan data museum. Karena analisisnya belum utuh dan tidak banyak, saya melakukan presentasi dengan format flash presentation selama lima menit saja untuk menjelaskan hal-hal inti dari penelitian. Presentasi saya yang berikutnya saya lakukan dalam sesi workshop iDigBio karena metode penelitian yang saya lakukan mencakup pemanfaatan data museum yang telah didigitalisasi, persis fokus dari iDigBio. File presentasi saya dan para presenter lainnya dalam workshop ini dapat diakses di sini.Memberikan presentasi dalam bahasa Inggris di depan khalayak internasional merupakan pengalaman yang luar biasa bagi saya. Agar lancar, banyak latihan saya lakukan dalam memberikan presentasi. Memberikan presentasi tentang datamu yang masih setengah matang juga menarik orang-orang yang datang untuk memberikan masukan agar penelitianmu dapat berjalan ke arah yang lebih baik atau mungkin lebih menarik. Berkat presentasi lima menit saya, saya mendapatkan kenalan dari Cina yang sempat melakukan penelitian yang kurang lebih serupa. Selain itu, kata "Indonesia" dalam judul juga berhasil memancing peneliti lain yang pernah melakukan penelitian di Indonesia untuk menghampiri saya. Alhasil, saya mendapatkan kenalan baru dari Jerman dan Australia!
Hal yang paling penting dalam konferensi adalah menambah koneksi! |
Tindak Lanjut
Nah, sebagai salah seorang "alumni" konferensi internasional, saya menghimbau Tambora Muda sekalian agar tidak sungkan berjuang untuk dapat hadir dan berkontribusi dalam konferensi-konferensi internasional. Selain mendapatkan ilmu dan koneksi, memberikan presentasi dan berkenalan dengan berbagai orang dari seluruh dunia dapat memperkaya diri.Setelah konferensi usai, panitia mengusulkan Society for Island Biology dibentuk untuk menampung jaringan yang telah terbentuk selama konferensi, membangun kerjasama penelitian dan proyek konservasi pulau, mengintegrasikan berbagai disiplin dalam studi biologi pulau, melatih generasi peneliti biologi pulau selanjutnya dan masih banyak lagi. Yah, mirip-mirip Tambora Muda lah, hanya saja spesifik pulau dan berisi lebih banyak orang tua #eh
Penutupan juga membicarakan lokasi konferensi selanjutnya untuk Island Biology 2018. Di mana pun itu (belum ditentukan), saya berharap lebih banyak peneliti Indonesia yang bisa hadir dan berbagi atau mungkin menjadikan Indonesia sebagai lokasi konferensi Island Biology 2020 mungkin!
Beberapa bulan setelahnya, konferensi ini menghasilkan dua macam publikasi selain buku abstrak. Salah seorang panitia berinisiatif menganalisis apa saja 50 pertanyaan yang penting dikejar dalam riset seputar Biologi Pulau dan seorang panitia lain mewawancara para peneliti yang memberikan Plenary Talk untuk lebih banyak mengetahui tentang pandangan personal mereka seputar topik penelitian mereka sendiri. Konferensi ini bisa saya katakan sangat produktif dan layak didatangi lagi.
Akhir kata, saya berterima kasih kepada bimbingan dari mentor Tambora yang memungkinkan abstrak saya diterima untuk presentasi di dua macam sesi dalam konferensi Island Biology 2016. Kehadiran saya didanai oleh LPDP dalam bentuk bantuan seminar internasional untuk transportasi dan biaya pendaftaran dan oleh iDigBio Florida dalam bentuk akomodasi dan konsumsi.
München, 3 September 2017
Sabhrina Gita Aninta
Mahasiswi S2 | Evolusi, Ekologi, dan Sistematik
Ludwig-Maximilians-Universität München
0 comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.