![]() |
Melanie dan Kotak Petisi Selamatkan Beruang Madu di Kebun Binatang Bandung - Nuruliawati |
“Hukum sudah ada. Pemerintah juga sudah
berulang kali diinformasikan, tapi Pemerintah tetap konsisten: tidak berubah”
“Sekarang yang perlu
bermain adalah nurani. Kalau nurani nya jalan, tidak perlu kita beri
tahu apa yang benar dan perlu dilakukan untuk kasus seperti ini”
-Melanie Subono-
Walaupun
sudah ada peraturan terkait kesejahteraan satwa liar, UU No 5 tahun 1990
tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (UU 5/1990) sendiri
sebagai peraturan induk tidak mengatur secara tegas penegakan hukum atas
prinsip kesejahteraan satwa. Isu kesejahteraan satwa pun belum dilihat sebagai
hal penting untuk mendukung konservasi keanekaragaman hayati di tingkat
spesies. Kasus kesejahteraan satwa kerap terjadi di beberapa lembaga
konservasi, namun sanksi administrasi yang ada dalam Peraturan Menteri
Kehutanan No 31 tahun 2012 (Permenhut 31/2012) tidak terlihat memberikan
perbaikan ketaatan lembaga konservasi. Dari sisi regulasi selain sanksi
administrasi, untuk mendorong ketaatan lembaga konservasi seharusnya terdapat
pendekatan penegakan hukum melalui mekanisme perdata maupun pidana, khususnya
pidana korporasi untuk lembaga konservasi, namun hal ini belum diatur dalam UU
5/1990.
Terkait kasus beruang madu di Kebun Binatang Bandung,
investigator Senior Yayasan Scorpion,
Marison Guciano telah melakukan pengamatan sejak kasus kematian gajah Yani
tahun 2016 silam. “Pada tahun 2016 kami pernah menyampaikan pengaduan kepada
BBKSDA Jawa Barat terkait kondisi Beruang Madu di Kebun Binatang Bandung, namun
tidak ada perbaikan. Kami terus melakukan pemantauan kondisi beruang madu di
Kebun Binatang Bandung. Video terbaru pada tahun 2017 masih menunjukkan
perilaku menyimpang Beruang Madu di Kebun Binatang Bandung seperti meminta
makanan kepada pengunjung dan memakan kotorannya sendiri”, papar Marison
Guciano. Terkait pengaduan Yayasan Scorpion, Wenni menilai pemerintah perlu
untuk mengembangkan mekanisme penanganan pengaduan untuk kasus-kasus satwa.
“Peran masyarakat sangat diperlukan untuk membantu pemerintah mengawasi
ketaatan lembaga konservasi, sehingga pemerintah juga harus terbuka dalam
proses penanganannya”, ujar Wenni.
Marison juga menuturkan beruang madu memiliki pola hidup
soliter, sementara di kebun
binatang bandung mereka hidup bersama-sama dalam satu kandang. Hal ini dinilai
tidak edukatif kepada masyarakat. Lebih lanjut, Sulis dari World Wildlife Fund
(WWF) mempertanyakan fungsi lembaga konservasi seperti kebun binatang yang seharusnya
menjalankan fungsi utamanya sebagai tempat pemeliharaan dan pengembangbiakan
satwa dengan menjaga kemurnian jenisnya.
Sejalan dengan itu, Wenni memaparkan kewajiban lembaga
konservasi untuk mengelola secara intensif sesuai dengan etika dan prinsip kesejahteraan
satwa berdasarkan Permenhut 31/2012. “Pengelola seharusnya bisa bertanggung
jawab untuk menertibkan masyarakat agar tidak memberi makanan secara langsung
kepada beruang madu. Jika masyarakat tidak tahu atau tidak tertib, maka harus
orang yang bertanggung jawab di lembaga konservasi tersebut untuk memberi tahu
atau menertibkan. Berlawanan dengan tujuan edukatif dari lembaga konservasi,
kejadian ini terkesan seperti pembiaran masyarakat untuk memberi makanan secara
langsung kepada satwa di kebun binatang”, ujarnya.
Beberapa waktu tim dokter hewan PKSBI melakukan
pemeriksaan kondisi beruang madu di Kebun Binatang Bandung dan menyatakan bahwa
beruang madu dalam kondisi baik dan sehat. Menanggapi hal ini, Marison meminta
adanya pemeriksaan oleh dokter hewan independen sebagai second opinion.
Scorpion menuntut untuk
dilakukan penanganan terhadap kondisi beruang madu dan satwa lainnya di kebun
binatang tersebut (link petisi: https://www.change.org/p/bravonur-selamatkan-beruang-kelaparan-di-kebun-binatang-bandung).
Setelah sebelumnya, seekor gajah bernama Yani mati akibat tidak mendapatkan
penanganan medis (link petisi: https://www.change.org/p/cabut-izin-dan-tutup-kebun-binatang-bandung-bravonur-ridwankamil),
fenomena ini bak gunung es yang lambat laun akan banyak kasus-kasus lainnya
muncul ke permukaan.
Selain permasalahan di kebun binatang, Melanie Subono
menambahkan beberapa kasus kesejahteraan satwa lainnya, seperti pengiriman
satwa melalui maskapai. Melanie sangat menyayangkan adanya maskapai yang
mengangkut lumba-lumba tanpa air di bagasi pesawat untuk penerbangan
Jakarta-Balikpapan. “Kasus-kasus seperti ini
bukan karna kita memiliki kekurangan atas kerangka hukum pengaturan pelindungan
satwa. Maskapai
penerbangan seharusnya dapat berpikir dan menilai dengan hati nurani sendiri
bagaimana jika satwa yang hidup di laut lepas diangkut tanpa air”, ujar Melanie.
Memandang langkah ke
depan penguatan
kesejahteraan satwa dari sisi regulasi, UU 5/90 merupakan suatu tonggak perubahan yang dinanti dalam
mengatasi isu-isu terkait konservasi keanekaragaman hayati. Publik perlu mendorong revisi undang-undang untuk percepatan proses
yang sedang dilakukan. Saat ini undang-undang tersebut sudah masuk ke
dalam daftar Prolegnas 2017 dan kabarnya akan segera dirampungkan dalam kurun
waktu hingga Juni 2017.
0 comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.